Jumat, 01 Mei 2009

Minarak Abaikan BPN

Benarkah Cash and Resettlement Solusi Terakhir. Sedangkan banyak diantara korban lumpur lapindo masih mengharapkan skela solusi Cash and Carry dan beberapa justru tidak mengajukan ganti rugi.

PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) kembali menekankan bahwa Cash and Resettlement sebagai penyelesaian berkas nonsertefikat. Hal itu merupakan solusi terbaik antar warga dan PT Minarak. Sebab dikhawatirkan terjadi pelangaran aturan bila jual beli dilakukan terhadap berkas nonsertifikat. Keharusan menyertakan setifikat didasarkan pada pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa jual beli tanah yang sah harus disertai berkas sertifikat hak milik (SHM) atau sertifikat hak bangunan (SHGB). Sikap tersebut dipertahankan PT Minarak, meskipun ada pernyataan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat bahwa status tanah nonsertifikat korban lumpur sama dengan tanah bersetifikat. Pernyataan tersebut muncul setelah perwakilan warga bersama Bupati Sidoarjo Win Hendarso dan Gubernur Jatim Soekarwo menemui pimpinan BPN pusat beberapa waktu lalu. Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, pihaknya tidak berani ambil resiko, dan tidak ingin ada permasalahan muncul dikemudian hari. Makanya kami cari jalan keluar yang saling menguntungkan. Yakni Cash and Resettlement.Vice President PT Minarak menjelaskan Cash and Resettlement merupakan hasil kesepakatan antara PT Minarak dan Gabungan Korban Lumpur Lapindo (GKLL). Hasil kesepakatan itu diterapkan dalm menyelesaian tanah korban lumpur yang nonsertifikat. Skema tersebut menetapkan pembayaran tunai dilakukan untuk luas bangunan. Sedangkan luas tanah diganti dengan tanah yang bisa dijual kembali satu tahun kemudian. Andi merinci ada 12.886 berkas korban lumpur yang menjadi tanggung jawab PT Minarak. Di antara jumlah tersebut 4.722 berkas nonsertifikat, dan berkas nonsetifikat itu 2.150 adalah GKLL yangbersedia mengikuti kesepakatan tersebut. Jumlahnya bertambah 1.120 sehingga menjadi 3.270 berkas. Menurut Andi , jumlah itu terus bertambah, dan bahkan pengungsi di Pasar Porong Baru juga turut memilih penyelesaian dengan skema Cash and Resettlement. Totalnya adalah 433 berkas. Dengan demikian, yang mengikuti skema tersebut adalah 3.703 berkas. Sedangkan yanng belum terselesaikan sama sekali dan bertahan pada skema Cas and Resettlement tinggal 1.019 berkas. Andi mengajak warga untuk berpikir ke arah solusi. Saat itu penyelesaian masalah sosial selalu terkendala soal teknis. Mulai Cash and Carry, Resettlement, hingga Cash and Resettlement. Selalu diwarnai dengan permasalahan. Akibatnya, masalah sosial tidak kunjung selesai. Jujur kami prihatin atas kondisi tersebut. Secara terpisah, Sunarso sebagai koordinator warga pengungsi, membenarkan ucapan Andi. Sekitar 90 persen berkas diallihkan pada skema Cash and Resettlement. Alasanya tanah sudah dipersiapkan di Kahuripan Nirwana Villge (KNV). Disinggung soal tanah di Ds. Kedung Solo Kec. Porong , Sunarto menyatakan tidak ada masalah. Tanah yang didapat ganti rugi tersebut bisa dijual kembali.Jadi sama saja dan kami tak jadi masalah. Jelas Sunarto. Sumber : Jawa Pos

Comments :

0 komentar to “Minarak Abaikan BPN”

Posting Komentar