Jumat, 01 Mei 2009

Catatan Aksi Kemanusiaan Lumpur Lapindo

Tulisan berseri ini merupakan catatan Tim FPBI selama hampir 3 tahun dalam Aksi Kemanusiaan dalam Bencana Kegagalan Teknologi Lumpur Lapindo...

Peta Potensi Wilayah Bencana
Luas wilayah Kabupaten Sidoarjo ± 71.424,25 ha berada pada 112,5o – 112,9o BT dan 7,3o – 7,5o LS, terdiri dari 18 kecamatan dan 353 Desa/Kelurahan. Sebagian struktur tanah di Kabupaten Sidoarjo terdiri dari jenis-jenis alluvial kelabu dan dengan letak ketinggian dari permukaan laut antara 0-25 meter. Jenis kandungan wilayah Kabupaten Sidoarjo berupa flora, terdiri dari tanaman pangan dan hortikultura, fauna terdiri dari perikanan dan peternakan serta sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi.
Kecamatan Porong merupakan kecamatan penting dan potensial di wilayah Kabupaten Sidoarjo mempunyai luas ± 29,82 km2 dengan letak ketinggian dari permukaan laut 4 meter, dengan jumlah penduduk 62.032 jiwa yang tersebar pada 19 Desa/Kelurahan yang mendapat curah hujan rata-rata 1.776 mm dan 82 hari hujan. Memiliki aksesibilitas perhubungan berupa jalan negara yang menghubungkan Propinsi Jawa Timur bagian timur dan barat, jalan tol serta rel kereta api. Potensi yang sangat menonjol adalah diperkirakan terdapatnya sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi di wilayah ini yang cukup besar.

Jenis dan Besaran Bencana
  1. Semburan air, lumpur panas dan gas di temukan oleh penduduk muncul kepermukaan ± 150 m arah barat daya sumur eksplorasi migas Banjarpanji #1 pada pagi hari jam 06.00 WIB tanggal 29 Mei 2006 dan kemudian diikuti 4 semburan baru yang muncul di dalam rumah penduduk dan persawahan, namun 4 semburan baru tersebut terhenti pada tanggal 5 Juni 2006, dan yang masih aktif adalah semburan pertama sampai sekarang. Munculnya air, lumpur panas dan gas ini diduga disebabkan oleh tekanan gas bawah tanah (underground blow out - UGBO) ke permukaan dari kelalaian pekerjaan pengeboran migas di daratan (onshore drilling) oleh Lapindo Brantas Inc. Volume lumpur panas dan gas sejak 21 Juni 2006 semakin lama semakin meningkat hingga mencapai ± 150.000 m3 dan memerlukan pengendalian secara seksama untuk mengurangi dampaknya. Sebenarnya sejak tanggal 26 Mei 2006 penduduk Dusun Renomencil, Renokenongo mendengar bunyi sirene dari lokasi sumur eksplorasi Banjarpanji #1, tetapi tidak ada pemberitahuan resmi dari perusahaan pengeboran atas kejadian tersebut (Lembar Fakta-01; Walhi). Di samping itu beberapa warga Desa Siring merasakan ada gerakan (getaran) dalam tanah sejak 18 Mei 2006 terutama pada tengah malam.
  2. Pekerjaan pengeboran tersebut berdasarkan Brantas Production Sharing Contract (Kontrak Kerja Sama) Lapindo Brantas Inc. dengan BP Migas sebagai Pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan ekplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia yang dibentuk Pemerintah RI melalui UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No. 42/2002 pada tanggal 16 Juli 2002 yang sebelumnya dikerjakan oleh Pertamina dan berdasarkan referensi sumur eksplorasi Porong #1 milik Huffco yang sudah di tutup berjarak ± 6 km sebelah timur. Lapindo Brantas Inc. (LBI) anak perusahaan PT Energi Mega Persada Tbk. (PT EMP) tersebut memulai pengeboran pertama (spud) sumur eksplorasi Banjarpanji #1 yang termasuk dalam Blok Brantas dengan kedalaman total (TD) direncanakan 10.500 kaki atau ± 3.200 m, yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 2006 yang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana pengeboran PT Medici Citra Nusa.
  3. Lumpur panas dan gas tersebut telah menimbulkan kerusakan dan kerugian cukup besar dengan menenggelamkan 717 ha kawasan persawahan, rumah-rumah penduduk, sekolah, dan infrastruktur yang terdapat pada 8 (delapan) Desa; yaitu Desa Siring Timur, Jatirejo Timur, Renokenongo, dan sebagian Mindi di wilayah Kecamatan Porong; Desa Kedungbendo, sebagian Gempolsari, sebagian Kalitengah dan sebagian Ketapang di wilayah Kecamatan Tanggulangin; dan kemudian yang potensi terancam terkena dampak lumpur tersebut 3 (tiga) Desa yaitu Desa Besuki, Desa Pejarakan, dan Desa Kedungcangkring Utara di wilayah Kecamatan Jabon.
  4. Bencana lumpur panas dan gas ini tergolong Bencana Kegagalan Teknologi (man made disaster) yang kemudian mengaktivasi gunung lumpur (mud volcano). Peristiwa kecelakaan blow out (BO) merupakan suatu hal yang sering terjadi di industri migas, secara statistik tiap 1.000 sumur terjadi 1 kali kecelakaan BO. Di Indonesia, dari tahun 1970-2006 telah terjadi kecelakaan sejenis sebanyak 17 belas kali sehingga terjadinya hampir 2 – 3 tahun sekali, namun kali ini air bercampur lumpur panas dan gas adalah yang terbesar dan sulit dihentikan, para geolog memperkirakan akan berlangsung selama 31 tahun sehingga menjadi insiden blow out terbesar di dunia.
  5. Ancaman bahaya lainnya adalah berupa Banjir Bandang (flash flood) , Penurunan Tanah (land subsidence), Keracunan Zat Kimia dan Gas Beracun (Phenol, Cr, Cu, Pb - CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO), Degradasi Lingkungan Hidup (environment degradation), Gangguan Kesehatan Phisik dan Mental (physic and mental health).

Inventarisasi Korban, Kerusakan dan Kerugian
  • Beberapa penduduk mengalami luka bakar 2 – 20 % karena terjebak lumpur panas pada waktu mengungsi atau mengevakuasi harta bendanya.
  • Korban jiwa secara langsung maupun tidak langsung belum dapat dipastikan karena kurangnya data di lapangan akibat kecenderungan para pihak terkait yang tidak terbuka terhadap data korban. Namun korban jiwa akibat terjadinya ledakan pipa gas Pertamina tanggal 22 Nopember 2006 tercatat 14 orang meninggal, 1 orang belum diketemukan dan 12 orang menjalani perawatan di rumah sakit karena luka bakar 1 – 30 %. Kemungkinan masih banyak korban yang belum diketemukan karena tidak ada data pekerja (pengemudi dump truck dan pengisi sand bag)yang berada di dekat sumur Banjarpanji #1 (km 38) waktu terjadi ledakan pipa gas Pertamina tersebut.

Akibat bencana tersebut telah menimbulkan luka bakar dan korban jiwa, kerusakan dan kerugian, antara lain :

A. Korban Manusia
  1. Meninggal Dunia: Terdapat korban meninggal dunia secara tidak langsung karena kondisi fisik yang kurang baik (sesak nafas dan jantung) di pengungsian, diduga juga akibat pengaruh residu gas H2S dan tekanan psikis berat.
  2. Luka-luka: Korban mengalami luka bakar karena pengungsian yang tidak efektif dan evakuasi harta benda mereka setelah lumpur panas memasuki pemukiman penduduk. Data korban meninggal dunia karena dampak tidak langsung dan luka-luka belum bisa di dapatkan karena pihak Lapindo Brantas Inc cenderung tertutup dalam hal ini.
  3. Mengungsi: Pengungsian mulai dilakukan sejak tanggal 8 Juni 2006 ke Kelurahan Renokenongo dan dilanjutkan ke Pasar Porong Baru sejak tanggal 11 Juni 2006. Pengungsian dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu Tahap I : 8 Juni s/d 16 Oktober 2006 jumlahnya mencapai 3.341 KK atau 12.331 jiwa dan Tahap II : 26 Nopember sampai saat ini mencapai 4.611 KK atau 16.650 jiwa. Maka total jumlah pengungsian mencapai 7.952 KK atau 28.981 jiwa.
Kerusakan Rumah Penduduk
Rumah tenggelam mencapai 11.006 unit dan di samping itu terdapat pula rumah-rumah penduduk yang rusak berat walau tidak tenggelam karena mengalami penurunan tanah sehingga rumahnya mengalami retak-retak hingga roboh, hal ini terjadi kebanyakan di Desa Renokenongo, banyak juga rumah penduduk yang rusak ringan karena pernah terendam air lumpur yang terjadi di Desa Mindi, Besuki Kulon dan Pejarakan, sekarang sudah mengering dan kembali normal. Catatan ini masih akan terus berkembang mengingat lumpur purba tersebut masih terus dan belum berhenti.

Kerusakan Lain
Di samping rumah-rumah penduduk yang tenggelam dan rusak, Mesjid/Musholla sejumlah 65 unit, gedung sekolah 33 unit, Pesantren dan TPQ 28 unit dan Pabrik 30 unit serta Kantor 4 unit ikut tenggelam oleh lumpur panas.

Selain air dan lumpur panas yang menimbulkan kerusakan fisik, UGBO juga mengeluarkan gas asam sulfida (H2S) sehingga perlu dilakukan pengungsian segera terhadap penduduk di sekitarnya (www.energi-mp.com). Berdasarkan penelitian H.J. Mukono, Fakultas Kesmas Unair Surabaya (dok. materi seminar lumpur) yang menyatakan bahwa secara kualitas udara, air dan padatan material air, lumpur panas dan gas tersebut dapat mengganggu kesehatan secara akut dan kronis karena melewati baku mutu, antara lain gas NH3, Phenol, Zn, Cu, Cr, dan Pb. Gangguan kesehatan oleh gas NH3 tersebut secara akut dapat merusak selaput lendir mata, hidung, saluran pernafasan, kulit sedangkan secara kronis menyebabkan iritasi saluran pernafasan atas dan bawah (edema) dan bronchitis kronis. Sedangkan unsur Cu, Cr dan Pb secara akut menyebabkan mual, muntah, diare, dan alergi kulit hingga kronis dapat mengakibatkan anemia, cirrhosis hepatitis, gangguan reproduksi, wilson disease, Indian childhood cirrhosis, idiopathic copper toxicosis, system uropoitik, system hemopoitik, system syaraf pusat, merusak paru-pembuluh darah, dan menurunkan imunitas tubuh. Demikian juga dengan phenol dapat menyebabkan korosif, secara sistemik dapat menyebabkan kulit terbakar dan melepuh, sampai kelainan jantung dan ginjal.

Kronologis Peristiwa Penting Tahun 2006

8 Maret
Lapindo Brantas Inc. mulai melakukan pengeboran sumur eksplorasi Banjarpanji #1 di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur dengan kedalaman total direncanakan sekitar 10.500 kaki atau 3.200 m lebih.

26 Mei
Terdengar bunyi sirene oleh Penduduk Desa Renomencil dari lokasi Sumur Eksplorasi Banjar Panji #1, milik Lapindo Brantas, Inc, tetapi tidak ada pemberitahuan resmi atas kejadian tersebut (Lembar Fakta-01; Walhi).

29 Mei
Pukul 06.00 WIB terjadi blow out lumpur panas dan gas di Desa Renokenongo, dekat sumur eksplorasi Banjar Panji #1 milik Lapindo Brantas. Inc

30 Mei
Pers release Manajemen PT Energi Mega Persada, Tbk induk perusahaan Lapindo Brantas, Inc (Thomas Leo Soulsby, Direktur EMP) mengenai terjadinya gas, uap dan air yang meluap di sebelah Sumur Ekplorasi Banjar Panji #1 dan mengandung gas H2S sehingga mengharuskan dilakukan pengungsian segera terhadap penduduk sekitar, dan menjelaskan bahwa telah mengasuransikan aktivitas pengeboran dan biaya yang timbul terkait dengan pengungsian penduduk serta tidak ingin kehilangan sumur pengeborannya.

30 Mei
Terjadi peningkatan semburan lumpur panas dan gas, telah menggenangi sawah milik penduduk.

31 Mei
Terjadi 2 (dua) semburan baru di Dusun Balongnongo, Renokenongo – di rumah penduduk dan di persawahan.

2 Juni
Lapindo Brantas, Inc datangkan ahli dari Singapura dan Kanada (Alert Disaster Control PTE. LTD) untuk atasi semburan lumpur.

5 Juni
2 (dua) semburan di Dusun Balongnongo berhenti, dan tinggal semburan pertama yang masih aktif. Rapat koordinasi ESDM Jatim, Pemkab Sidoarjo, dan Lapindo kemudian membentuk tim terpadu dengan mendirikan Posko di Pendopo dan Lapindo.

6 Juni
Talk show di JTV untuk sosialisasi semburan lumpur oleh pihak terkait.

7 Juni
Terjadi peningkatan semburan lumpur

8 Juni
Jalan Tol di tutup satu jalur, sosialisasi pembuangan lumpur ke Kali mati dan penduduk jabon menolak.

9 Juni
Tanggul di KM 38 di jebol penduduk Desa Siring di tiga tempat jam 15.00 WIB, sehingga penduduk Siring bersitegang dengan penduduk Reno. Jalur Tol ditutup total.

11 Juni
Terjadi pengungsian penduduk Dusun Renomencil, Balongnongo dan Renowangkal ke Balai Kelurahan Renokenongo dan Pengungsian Pasar Porong Baru.

15 Juni
Koordinator korban semburan lumpur panas dan gas yang selanjutnya di sebut dengan Forum Silaturahmi Rakyat Korban Lumpur Lapindo (FSRKLL) seorang pensiunan PNS bernama Bpk. Sapariadi (60 th) penduduk Desa Renokenongo menyampaikan keluhan dan membutuhkan bantuan fasilitator, advokasi dan tenaga sukarelawan untuk penanganan korban semburan lumpur panas dan gas di Porong, Sidoarjo. Tim FPBI bersama Tagana Jatim melakukan survey dan pemetaan ke lokasi musibah untuk persiapan

17 Juni
Pendirian Posko Lapangan FPBI dan Tagana Jatim di Desa Glagah Arum
Rapat I dengan 60 orang penduduk Renokenongo di Posko Lapangan Desa Glagah Arum, menyepakati untuk membentuk forum penduduk korban lumpur lapindo dan memperluas partisipasi dan pemberdayaan penduduk.

19 Juni
Rapat II dengan 150 orang penduduk Renokenongo, Jatirejo dan Kedungbendo di Posko Glagah Arum, menyepakati klausul untuk mengajukan solusi bukan tuntutan dan sosialisasi kepada penduduk desa lain yang menjadi korban.

21 Juni
Rapat III dengan 100 orang penduduk Renokenongo, Jatirejo dan Kedungbendo di Posko Glagah Arum, membahas dan menyepakati klausul untuk mengajukan solusi bukan tuntutan dan sosialisasi kepada penduduk desa lain yang menjadi korban.

23 Juni
Rapat IV dengan 100 orang penduduk Renokenongo, Jatirejo dan Kedungbendo di Posko FPBI Glagah Arum, membahas dan menyepakati klausul untuk mengajukan solusi bukan tuntutan dan sosialisasi kepada penduduk desa lain yang menjadi korban. Sekaligus menyusun draft surat ke Lapindo dan tembusan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

3 Juli
Fasilitasi FSRKLL ke Lapindo Brantas Inc. dan ke Bupati Sidoarjo untuk mengirim surat solusi

9 Juli
Posko Bersama FPBI dan Tagana Jatim di Pengungsian Pasar Porong Baru operasional dengan demikian Posko Lapangan di Glagah Arum tidak difungsikan lagi.
Memfasilitasi pertemuan penduduk 4 Desa di Kecamatan Porong yang dihadiri 100 penduduk dan sepakat membentuk FSRKLL 4 Desa dengan unsure Kepala Desa/Lurah, Tokoh Penduduk masing-masing 5 orang.

10 Juli
Fasilitasi pertemuan FSRKLL dengan Bupati Sidoarjo di Pendopo Kabupaten Sidoarjo untuk membahas 5 poin solusi usulan penduduk.

9 Agustus
Emergency call personil dan menempatkan 9 personil Tim Forum Peduli Bencana Indonesia di Posko Orari Desa Jatirejo. Koordinator observasi keliling tanggul di Desa Siring dan menganjurkan evakuasi untuk penduduk Siring dan Jatirejo karena kondisi tanggul sudah membahayakan.

10 Agustus
Jam 09.00 WIB tanggul di belakang Koramil Porong, Desa Siring jebol dan menimbulkan banjir bandang air lumpur (silt) yang mengakibatkan kepanikan dan pengungsian. Sekjen FPBI bersama masyarakat dan TNI untuk melakukan penyelamatan penduduk Siring RT 11 bernama Liana (40 th) bekerjasama dengan 2 personil Yonif 516/Charaka Yudha. Seluruh personil melakukan upaya-upaya evakuasi di Desa Siring dan Jatirejo.


Kronologis PERISTIWA dan kehadiran TIM FORUM PEDULI BENCANA INDONESIA bersama TAGANA JATIM di lokasi lumpur purba LUSI.

Tanggal 26 Mei 2006, terdengar sirene meraung-raung dari sumur eksplorasi migas Banjar Panji #1 milik Lapindo Brantas, Inc tanpa ada penjelasan apa yang sedang terjadi dari di lokasi tersebut (dok. Lembar Fakta 01-Walhi). Pagi itu Senin, 29 Mei 2006 jam 06.00 WIB tepatnya 150 meter arah barat daya dari sumur eksplorasi muncul SEMBURAN LUMPUR PANAS BERCAMPUR AIR DAN GAS. Pers release Manajemen PT Energi Mega Persada, Tbk induk perusahaan Lapindo Brantas, Inc (Thomas Leo Soulsby, Direktur EMP) 30 Mei 2006 mengenai munculnya gas, uap dan air yang meluap ke permukaan di sebelah barat daya Sumur Ekplorasi Banjar Panji #1 dan mengandung gas H2S sehingga perlu dilakukan pengungsian segera terhadap penduduk sekitar, dan menjelaskan bahwa telah mengasuransikan aktivitas pengeboran dan biaya yang timbul terkait dengan pengungsian penduduk serta tidak ingin kehilangan sumur pengeborannya, juga melakukan kerjasama dengan pejabat pemerintah setempat (dok. www.eEnergi-mp.com). Kemudian 1 Juni 2006, timbul 2 (dua) semburan baru di Dusun Balongnongo, Renokenongo di dalam rumah penduduk dan di persawahan. Namun 5 Juni 2006, semburan di Dusun Balongnongo berhenti, dan tinggal semburan pertama yang masih aktif. Rapat koordinasi ESDM Jatim, Pemkab Sidoarjo, dan Lapindo kemudian membentuk tim terpadu dengan mendirikan Posko di Pendopo dan Lapindo. Dilaksanakan Talk Show di stasiun TV lokal JTV untuk sosialisasi semburan lumpur oleh pihak terkait. Sejak 7 Juni 2006 terjadi peningkatan semburan lumpur dan berakibat jalan Tol di tutup satu jalur, penduduk Desa Siring karena takut rumahnya tenggelam akhirnya menjebol tanggul di KM 38 di tiga tempat pada jam 15.00 WIB, berakibat terjadi potensi konflik horisontal antara penduduk Siring dengan penduduk Reno sehingga menyebabkan jalur Tol ditutup total. Sejak 8 Juni 2006 terjadi pengungsian penduduk Dusun Renomencil, Balongnongo dan Renowangkal ke Balai Kelurahan Renokenongo dan Pengungsian Pasar Porong Baru serta rumah-rumah saudara terdekat pada 11 Juni 2006.

PENDUDUK KORBAN memohon bantuan RELAWAN dalam upaya mencari SOLUSI
Tepatnya ketika matahari sedang bersinar membakar ubun-ubun kota Surabaya, 15 Juni 2006 seorang pensiunan PNS bernama Sapariadi (60 th) tokoh penduduk Desa Renokenongo menyampaikan keluhan dan membutuhkan bantuan fasilitator, advokasi dan tenaga sukarelawan untuk penanganan korban semburan lumpur panas dan gas di Porong, Sidoarjo kepada Tim FPBI. Sekjen FPBI merasa perlu mengadakan orientasi dan survey lokasi untuk memetakan dan pendataan permasalahan terkait musibah lumpur tersebut. Tindak lanjut dilakukan melalui pertemuan 4 kali pada tanggal 17, 19, 21, dan 23 Juni 2006 dengan 60-100 penduduk dari Desa Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo di Posko Lapangan Desa Glagah Arum, untuk memfasilitasi pembentukan forum penduduk korban lumpur dan memperluas partisipasi dan pemberdayaan penduduk dalam mencari upaya solusi atas penderitaan yang dialami penduduk. “Solusi bukan tuntutan, rumahkan pengungsi kerna dengan alasan apapun pengungsian tidak manusiawi” Ujar Sapariadi dengan mata berkaca-kaca. Namun akhirnya bernapas lega dengan suara bulat dapat membentuk Forum Silaturahmi Rakyat Korban Lumpur Lapindo (FSRKLL) dengan rumusan solusi a.l. ; (1). Merumuskan status musibah, pengungsi dan merumahkan kembali pengungsi atas dasar kemanusiaan dengan memberikan bantuan kontrak rumah (relokasi sementara) Rp.2.500.000,- selama 2 tahun , biaya boyongan Rp.500.000,- dan Jadup Rp.500.000,-/jiwa/bulan, (2). Memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan pendidikan tanpa dipungut biaya, (3). Mengupayakan kompensasi usaha (UKM sektor informal) atau mata pencaharian dalam rangka pemulihan, (4). Mencari solusi untuk upaya ganti rugi rumah, pekarangan, sawah dan tanaman serta ternak. Rumusan solusi itu dikirim langsung ke pada Manajemen Lapindo Brantas Inc. pada 3 Juli 2006 dengan tembusan kepada Pemerintah Pusat hingga daerah yang diwakili oleh Sapariadi selaku Koordinator FSRKLL dan diantar 15 orang penduduk korban.

BUPATI Sidoarjo mendukung SKEMA SOLUSI FSRKLL
Pada 7 Juli 2006 Bupati Sidoarjo mengundang FSRKLL dan didampingi Tim FPBI bersama Tagana Jatim membahas usulan solusi. Bupati menyatakan sangat tertarik dan setuju dengan 4 poin skema solusi FSRKLL dan mendukung untuk menindaklanjuti secara seksama, di samping itu juga menganjurkan untuk diadakan pertemuan penduduk 4 desa dengan fasilitator Satlak PB Sidoarjo. Melalui dialog yang alot para pihak; FSRKLL, Tim FPBI, Pemkab Sidoarjo, Lapindo Brantas Inc., Tagana Jatim, dan Tim ITS akhirnya usulan bantuan, yaitu :
• Biaya kontrak rumah Rp.5.000.000,-/2 tahun,
• Biaya boyongan Rp.500.000,- satu kali,
• Biaya Jadup Rp.300.000,-/jiwa/bulan selama 6 bulan, yang awalnya di usulkan selama 2 tahun.
Namun sayang pihak LBI melakukan pengumuman solusi tersebut melalui pihak ketiga yang tidak termasuk dalam tim negosiasi sehingga peristiwa tersebut nyaris terjadi konflik horisontal karena banyak pihak yang memanfaatkan situasi dan kondisi dengan memancing ikan di air keruh untuk kepentingan kelompok ataupun disi sendiri. Tim FPBI menyarankan kepada Tim FSRKLL untuk tetap tenang dan tidak menanggapi issue ataupun provokasi dalam bentuk apapun. Persatuan dan kesabaran merupakan kata kunci dalam menempuh penyelesaian musibah ini. Skema solusi FSRKLL akhirnya dapat disetujui oleh seluruh pihak dan dilaksanakan penyerahan secara simbolis pada 26 Agustus 2006 kepada penduduk korban oleh Lapindo Brantas, Inc.

Comments :

0 komentar to “Catatan Aksi Kemanusiaan Lumpur Lapindo”

Posting Komentar